SIARAN PERS
FORUM DIALOG NUSANTARA
Kisruh seputar pemindahan empat desa di Pulau Rempang yang tertunda demi melapangkan tanah warisannya bagi investasi patut diapresiasi. Mestinya kemarin tanggal 28 September, warga keempat desa tersebut direlokasi atau Pak menteri Bahlil, pak Mahfud MD lebih diplomatis menggunakan kata menggeser ke tempat yang tidak terlalu jauh. Apapun terminologinya, tetap saja ikatan historis dan tapak budaya serta napas leluhur yang puluhan tahun dihembuskan ke anak cucunya tidak mudah dan segampang menggantikannya dengan tanah seluas 500m2, rumah tipe 45 dan uang penyambung hidup selama transisi dari pemerintah. Bahkan pak Jokowi memberi pernyataan yang sama seperti pak Bahlil, walaupun beliau menegaskan agar dilakukan pendekatan secara kekeluargaan yang maaf sedikit terlambat karena pernyataan ini disampaikan ke publik setelah terjadi bentrokan warga dan aparat.
Langkah BP Batam yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat tentu mendapat sambutan positif. Tidak sampai disini saja.
Dampak bagi Investasi
Polemik ini bertambah panas bukan hanya karena rencana masuknya investasi ke Kepri khususnya Rempang namun menyangkut lingkaran oligarki bisnis oknum yang selama ini memang menangani mega proyek dan terindikasi menelantarkan masyarakat lokal. “Saya yakin tendensi penguasaan investasi para oknum mega proyek sering mengatasnamakan kesejahteraan takyat namun sering ditemukan dampak investasinya tidak dinikmati secara signifikan masyarakat lokal. Ini bukan saja di Rempang namun terjadi di beberapa tempat lain yang terkait megaproyek dimana investasi asing menunggangi pebisnis kelas kakap lokal kita”,tegas Justino Djogo, Direktur Eksekutif Forum Dialog Nusantara.
Memang pemerintah pusat telah mengintervensi soal prosea komunikasi dan pendekatan kebudayaan yang sayangnya dilakukan setelah terjadi bentrok warga dan aparat pemerintah. Tontonan yang tidak menarik. Ada kesan pemerintah memihaki mega proyek dan menelantarkan warganya sendiri. “Patut dikaji lebih lanjut mengapa agresivitas aparat dengan tangan besinya ingin memindahkan rakyatnya sendiri demi karpet merah investasi”, tandas Justino Djogo yang juga Caleg DPR RI Dapil Jateng V, Solo Rayq, Klaten, Boyolali dan Sukoharjo.
Apakah mega proyek bernama Eco City Rempang sunggu memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat lokal sekitarnya.
Bagaimana bisa dipercaya, di proses awal saja sudah menampakan wajah bengis pemerintah menaklukan warganya sendiri namun memberikan senyuman termanis bagi investor. Ini perlu sikap hati-hati agar gelombang perlawanan masyarakat tidak menjadi jadi. Yang rugi kita sendiri. Investor bisa angkat kaki kembali dan warga sidah terlanjur sakit hati diobok-obok aparat dengan senjata yang dibeli dari uang rakyat.
Pertanyaannya, apa langkah selanjutnya setelah pembatalan relokasi kemarin tanggal 28 September 2023.
Tentu saja ketenangan dan kesabaran berdiplomasi dengan warga lokal sangat penting. Juga mendesak agar investor pun lebih arif menghadapi gejolak hati warga. Investor tidak boleh semena -mena dan gelap mata hanya karena bayang-bayang keuntungan terpampang di benaknya. Juga pemerintah tidak silau dengan janji manis investor, apalagi mega proyek yang biasanya tidak berdampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat.
Angka triliunan investasi bukanlah hal yang sepadan dan tidak dapat menggantikan tapak budaya dan warisan sejarah nenek moyang yang sudah mendarah daging seiring denyut jantung kehidupan warga empat desa Pulau Rempang.
Sekali lagi, keberpihakan kepada rakyat adalah substansi investasi.
Forum Dialog Nusantara
Jakarta 29 September 2023
Justino Djogo, MA.,MBA,
Direktur Ekesekutif FDN, Caleg Golkar DPR RI Dapil Jateng V, Solo Raya,Klaten,Boyolali dan Sukoharjo.