FDN Seri XV – Ekonomi Pasar Pancasila dalam Dinamika Geoekonomi dan Geopolitik Global

FDN Seri XV – Ekonomi Pasar Pancasila dalam Dinamika Geoekonomi dan Geopolitik Global

Rabu, 16 Agustus 2023 yang bertempatan di Perpustakaan Habibie & Ainun acara Forum Dialog Nusantara ke XV telah diselenggarakan dengan baik. Dalam webiner kali ini tentu menghadirkan pembicara dari kalangan Senior Ekonom yaitu Prof. H. Emil Salim, M.A., Ph.D., Ketua Dewan Direktur CIDES yaitu Prof. Dr. Umar Juoro, M.A., M.A.P.E., Direktur Eksekutif CIDES yaitu Dr. Tauhid Ahmad, S.P., M.Si. yang diwakili oleh bapak Rosdinal selaku aktivis Lingkungan Hidup, Ekonom Senior INDEF yaitu Bapak Faisal H. Basri, S.E., M.A., dan dimoderatori oleh Bapak Adi Wicaksono.

Talkshow ini dimulai dengan dibuka oleh Direktur Eksekutif Forum Dialog Nusantara (FDN) Bapak Justino Djogo, M.A., MBA., serta dilanjutkan dengan Welcome Speech dari tuan rumah terselenggaranya acara yaitu Dr. Ing. Ilham Akbar Habibie, MBA yang juga selaku Ketua Dewan Penasihat Forum Dialog Nusantara (FDN). Ada sedikit perbedaan di acara FDN kali ini yaitu semua pembicara dapat menghadiri secara langsung di Perpustakaan Habibie & Ainun tanpa ada yang hadir secara online, mengingat juga Indonesia saat ini sudah keluar dari Pandemi Covid-19 yang dulu memaksa kita untuk bekerja dari rumah dan meeting secara online. Ilham Habibie dalam welcome speech nya menyampaikan beberapa hal terkait dengan ekonomi pasar pancasila, beliau menyampaikan bahwasannya di Indonesia kita sudah seringkali mendengar istilah ekonomi pancasila namun tidak dengan ekonomi pasar pancasila. “Ketika saya masih sering berdiskusi dengan bapak (BJ Habibie) kalau kita di Abad 21 ini kalau kita bicara ekonomi maka eko dan pasar adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan” namun Pak Ilham menyampaikan pada talkshow kali ini bahwasannya kita lebih membahas tentang kaitannya dengan Geoekonomi & Geopolitik secara global. 

Prof. H. Emil Salim, M.A., Ph.D. sebagai Senior Ekonom melanjutkan penjelasan cukup detail dari kerangka topik yang telah disampaikan oleh Ilham Habibie sebelumnya. Menurutnya arti dari Pancasila bukan suatu idelogi namun merupakan satu filosofi satu dasar pola pemikiran yang diletakkan sebagai landasan bagi masyarakat bangsa agar bangsa itu yang beraneka ragam dari Aceh ke Papua bisa bersatu dan filosofi yang didasarkan pada kabinekaan masing-masing suku suku yang ada. Diakhir penjelasannya Prof Emil Salim menyampaikan bahwa pancasila sebagai yard bukan membuat Pancasila tersebut menjadi kunci, jadikan pancasila sebagai yard stick untuk identifikasi kelemahan-kelemahan yang terjadi dan atas dasar maksud kita agar kita kembali ke garis yang semestinya. Hal yang diidentifikasi sebagai kekurangan-kekurangan satu persatu kita perbaiki juga konomi Indonesia tidak bisa ditangani apabila tidak dijalankan secara holistik politik sosial dan sebagainya.

Setelah Keynote Speech oleh Prof. Emil Salim, kemudian acara dilanjutkan ke diskusi bersama dengan para pembicara yang dipimpin langsung oleh moderator yaitu Adi Wicaksono. Setelah itu moderator mempersilahkan Ketua Dewan Direktur CIDES yaitu Prof. Dr. Umar Juoro, M.A., M.A.P.E. untuk memberikan tanggapannya tentang tema diskusi kali ini.

Bapak Umar Juoro menyambung penjelasan dari prof Emil Salim tentang filosofi Pancasila, “Pancasila economic filosofi in Indonesia based on the five penciple jadi diakui lah dengan kata lain bahwa saya ingin lebih menegaskan itu dan saya kira perlu kita pahami, jelas sekali biasanya kalau kita lihat bicara tentang teori bisa diterapkan based on the principle” Untuk saat ini jika kita mengikuti perkembangan digitalisasi seperti Artificial Intelegence (AI) begitu kita pelajari bagi ekonom lebih behavior ekonomic, kalau bagi orang berlatar belakang scientist dapat dikatakan quatum economics namun jika kita perhatikan lebih kepada interasi manusia. Terlebih Umar Juoro menambahkan dalam konteks ekonomi Pancasila perlu dilakukan pengujian cost benefit marketnya, yang harus kita mengerti bahwa tidak hanya dalam pengertian variabel-variabel ekonomi konvensional tapi juga ekologi jika dilihat dalam konteks teori dan praktek ekonomi pasar pancasila.

Penjelasan tentang Quantum Economic oleh Bapak Umar Juoro yang menurut Adi Wicaksono sebagai moderator merupakan inspirasi dari Ekonomi Pasar Pancasila tentu sangat menarik. Lalu dilanjutkan oleh pembicara berikutnya yaitu Bapak Faisal H. Basri, S.E., M.A. dengan pertanyaan yang disampaikan oleh moderator tentang program hilirisasi oleh Presiden RI yang cukup mengguncang dunia hingga Indonesia mendapatkan tuntutan dari Uni Eropa dan WTO tentang pengelolahan sumber daya alam kita sendiri. 

Faisal H. Basri pertama menyampaikan bahwa penjelasan dari Prof. Emil Salim seakan mendapatkan kuliah selama 2 semester yang artinya penjelasan beliau detail dan tersampaikan dengan baik. Melanjutkan pertanyaan tadi Faisal H. Basri mengatakan bahwa saat ia masih menjadi anggota tim reformasi percepatan reformasi hukum terkait dengan sumber daya alam yang di bentuk oleh Prof Mahfud MD, juga kaitannya dengan pasar Pancasila adalah bahwa bumi air dan keadaan alam yang terkandung dalamnya dikuasai oleh negara bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat bukan kemakmuran Tiongkok. “Penjualan nikel oleh negara lewat hpm namanya harga patokan mineral yang saya ingat bulan April atau Maret 2021 tatkala harga di siang hari itu 82 dolar di Indonesia 44 kok negara menjual kepada pihak asing dengan harga separuhnya saja” terang Faisal H. Basri. 

Apa yang dulu kita diajarkan tentang ilmu ekonomi tentang nilai tambah misalnya 50 menjadi 60, berarti yang 50 adalah 100% laba pengusaha yang pada dasarnya bermodalkan dari bank-bank China, bahkan teknologinya 100% dari China. “Tapi ini ada ilmu baru di Indonesia menghitung nilai tambahnya beda, nah saya itu nggak tahu ilmu dari mana lalu saya akan pertahankan sebisa-bisanya karena soal membohongi rakyat kalau saya diam berarti saya membiarkan kebohongan pada rakyat itu.”  lanjut Faisal H. Basri. Di sisi lain juga jika melihat gaji pegawai dari Indonesia dan China juga terdapat penyimpangan yang jauh jika pegawai indonesia tergolong kecil kisaran 7 juta kebawah hampir menyentuh UMP, jika dibandingkan China bahkan gajinya menyentuh kisaran 17 – 54 juta bahkan pekerja China tidak menggunakan visa pekerja melainkan visa tourist sehingga tidak ada pemotongan biaya dan negara diam saja.

Mengenai jumlah nikel yang dikeruk dari bumi Indonesia pada 2014 itu kira-kira 160.000 ton menurut data USGS, dan pada tahun 2022 sudah mencapai 1,6 juta ton jadi 10 kali lipatnya. Terakhir Faisal H. Basri menyampaikan bahwa keadilan itu sesama kelompok dan antar generasi harus merata. Maka itulah ekonomi Pasar Pancasila itu memperhatikan ecology dan sastrability dan warisan untuk generasi yang akan datang. Maka itulah yang mengatur ini semua dapat dihitung berdasarkan prinsip-prinsip keadilan.

Apa yang dulu kita diajarkan tentang ilmu ekonomi tentang nilai tambah misalnya 50 menjadi 60, berarti yang 50 adalah 100% laba pengusaha yang pada dasarnya bermodalkan dari bank-bank China, bahkan teknologinya 100% dari China. “Tapi ini ada ilmu baru di Indonesia menghitung nilai tambahnya beda, nah saya itu nggak tahu ilmu dari mana lalu saya akan pertahankan sebisa-bisanya karena soal membohongi rakyat kalau saya diam berarti saya membiarkan kebohongan pada rakyat itu.”  lanjut Faisal H. Basri. Di sisi lain juga jika melihat gaji pegawai dari Indonesia dan China juga terdapat penyimpangan yang jauh jika pegawai indonesia tergolong kecil kisaran 7 juta kebawah hampir menyentuh UMP, jika dibandingkan China bahkan gajinya menyentuh kisaran 17 – 54 juta bahkan pekerja China tidak menggunakan visa pekerja melainkan visa wisata sehingga tidak ada pemotongan biaya dan negara diam saja.

Mengenai jumlah nikel yang dikeruk dari bumi Indonesia pada 2014 itu kira-kira 160.000 ton menurut data USGS, dan pada tahun 2022 sudah mencapai 1,6 juta ton jadi 10 kali lipatnya. Terakhir Faisal H. Basri menyampaikan bahwa keadilan itu sesama kelompok dan antar generasi harus merata. Maka itulah ekonomi Pasar Pancasila itu perlu memperhatikan ecology dan sastrability serta warisan untuk generasi yang akan datang. Maka itulah yang mengatur ini semua dapat dihitung berdasarkan prinsip-prinsip keadilan.

Ilham Habibie kemudian melanjutkan diskusi yang telah disampaikan sebelumnya tentang nilai tambah, memang untuk saat ini jika kita ekspor komoditas atau sumber daya alam yang mentah atau relatif mentah maka nilai tambahnya tidak banyak sehingga tidak terjadi maksimalisasi dari finansial yang bisa kita dapatkan dari ekspor tersebut. Konsep hilirisasi tentunya akan membawa kita menjadi negara maju karena kita akan menciptakan nilai tambah yang berlebih di dalam negeri namun diperlukan teknologi dan sumber daya manusia yang mumpuni serta agar nilai tambah yang kita dapatkan lebih sustainable

Kontribusi industri pengolahan terhadap PBB itu dari tahun ke tahun itu selalu di bawah pertumbuhan. kontribusi industri pengolahan  dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada umumnya sangat di bawah sehingga kita mengalami apa yang disebut sebagai di industrialisasi. Sehingga persentase dari industri pengolahan terhadap PDP itu sekali di bawah 20% dimana kalau kita lihat di negara lain kita pun juga di dulu 18 tahun masih di atas 25% jadi hanya dengan struktur ekonomi seperti itu Menurut pendapat saya kita bisa mencapai yang disebut sebagai negara maju.

Menurut Ilham Habibie juga nilai tambah yang terbesar adalah hilirisasi tidak hanya sebatas di pengelolah saja namun sampai ke ujung seperti membuat mobil, sepeda motor. Karena 3 negara pasar terbesar didunia mampu memproduksi lebih dari 300 juta bahkan kita 1 merek aja tidak ada, ini juga dikarenakan mindset kita orang Indonesia dari dahulu kala adalah berdagang. Jadi untuk menjawab pertanyaan tentang teknologi apa yang harus kita bayangkan jadi susah untuk menjawab, mungkin untuk mengkaji bisa namun untuk mengikuti tren tidak cukup secara akademis karena teknologi berasal dari luar. Maka dari itu kita perlu menjadi player dalam pengembangan teknologi agar tidak terdisruptif tenologi dari luar. Sehingga untuk menjadi negara maju tahun 2045 kita perlu merubah secara drastis kebijakan ekonomi industri, tidak hanya berhenti di hilirisasi namun kita perlu masuk ke industri pengelolahan dan kebijakan pendidikan untuk mengembangkan spesialis-spesialis teknologi untuk belajar dari negara luar dan mengembangkan industri di Indonesia. 

Diskusi tentu dilanjutkan dengan narasumber terakhir yaitu pak Rosdinal sebagai aktivis linkungan hidup yang pada kesempatan kita ini mewakili bapak Tauhid Ahmad karena berhalangan hadir. Menurut beliau jika berbicara hilirisasi mengapa hanya berbicara ke bidang pertambangan saja yang dimana yang ada di dalamnya hanya orang-orang elit, bagaimana jika hilirisasi diterapkan juga pada sektor pertanian. karena Indonesia jika dilihat dari ekonomi hijau juga kaya akan bahan bakunya. Seperti studi di Amerika yang meneliti tentang Komodo yang dimana mereka meneliti tentang air liur komodo untuk bahan baku pembuatan senjata dengan nilai harga yang cukup fantanstis sekitar 100 ribu dollar, lalu darah komodo dapat dimanfaatkan untuk sektor kesehatan. Bahkan juga dapat dimanfaatkan untuk dijadikan obat stroke hanya dari air liur.

Tentunya belum ada hilirisasi seperti itu di Indonesia jadi kita tidak hanya gencar tentang hilirisasi pertambangan seperti batu bara, nikel untuk membuat Indonesia ini kaya. Seperti contohnya papua yang nyatanya orang papua tidak mendapatkan manfaat dari hasil tambang disana. Sehingga jika kita bisa hilirisasi di sektor pertanian tentu yang akan mendapatkan banyak manfaat juga masyarakat kita sendiri. 

Leave a Reply

Close Menu