FDN Seri XIII – Peran Partai Politik Dalam Mengawal Proses Demokrasi

FDN Seri XIII – Peran Partai Politik Dalam Mengawal Proses Demokrasi

FDN Seri XIII

Selasa, 28 Maret 2023

Partai politik memainkan peran penting dalam mengawal proses demokrasi karena mereka adalah lembaga yang mewakili kepentingan masyarakat dan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan baik dan adil. Adapun beberapa peran penting yang dimainkan oleh partai politik dalam mengawal proses demokrasi yaitu memobilisasi pemilih dimana Partai politik memiliki peran penting dalam memobilisasi pemilih untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi, baik dalam pemilihan umum maupun dalam partisipasi dalam kegiatan politik lainnya.  Selain itu menyediakan alternatif pilihan dimana partai politik harus menyediakan alternatif pilihan bagi pemilih sehingga pemilih memiliki pilihan yang jelas dalam memilih perwakilan mereka.

Setelah itu mengawasi proses pemilihan yang berarti partai politik juga harus mengawasi proses pemilihan, termasuk proses pemungutan suara, penghitungan suara, dan pengumuman hasil. Partai politik harus memastikan bahwa proses ini berjalan dengan baik dan adil serta mengatasi adanya praktik-praktik yang tidak sehat atau manipulasi dalam proses ini. Selanjutnya menjaga kebebasan berpendapat yang berarti partai politik harus memastikan bahwa semua orang memiliki kebebasan untuk berpendapat dan mengekspresikan pendapat mereka tanpa takut dihukum atau dibatasi oleh pemerintah atau kelompok lain. Serta juga memperjuangkan hak-hak dan kepentingan masyarakat yang dimana dalam hal ini partai politik harus memperjuangkan hak-hak dan kepentingan masyarakat, termasuk kelompok yang terpinggirkan, dan melindungi hak asasi manusia.

Partai politik merupakan pilar penting dalam menjaga dan mengawal proses demokrasi. Namun, untuk memastikan bahwa partai politik dapat memainkan peran mereka secara efektif, dibutuhkan dukungan masyarakat dalam mendukung partai politik yang memiliki visi dan misi yang jelas dan mampu mewakili kepentingan masyarakat secara luas.

Mengingat pentingnya peran partai politik dalam kebermasyarakatan khususnya di tanah air ini, maka Forum Dialog Nusantara (FDN) akan menggelar diskusi dengan tema “Peran Partai Politik dalam Mengawal Proses Demokrasi.”

Selasa, 28 Maret 2023 bertempatan di Perpustakaan Habibie & Ainun acara Forum Dialog Nusantara ke XIII diselenggarakan dengan baik. Dalam webiner kali ini tentu menghadirkan pembicara dari kalangan politisi lintas partai baik partai Golkar, PKS, PDIP, Gerindra, PAN, PKB, dan organisasi masyarakat BAPERA. 

Ilham Habibie selaku Ketua Dewan Penasihat FDN, Anggota Dewan Kehormatan Partai Golkar dan sekaligus tuan rumah tentu membuka acara FDN seri XIII dengan berbagai pernyataan. Ilham mengatakan bahwa perkembangan teknologi saat ini terus mengalami peningkatan dalam membantu pekerjaan manusia seperti pada contoh adalah chat GPT. Seseorang saat ini dapat dengan mudah membuat pidato mereka dengan mengandalkan Chat GPT. Kita juga dapat memanfaat teknologi untuk melancarkan perhitungan suara pada pemilu tahun 2024 dengan baik. Namun yang perlu diingat jangan sampai kita buta terhadap teknologi, karena terkadang teknologi juga dimanfaatkan dengan tidak benar. Teknologi itu tidak memiliki karakter, oleh karena itu sebagai pengguna teknologi, perlu bagi kita untuk memanfaatkan teknologi dengan baik atau positif. 

Setelah itu Dr. Effendi M.S. Simbolon, MI.Pol, selaku anggota DPR RI Fraksi Golkar turut memberikan pemikirannya terhadap peran Partai Politik. Beliau menyampaikan bahwa pertama kita perlu dudukan terlebih dahulu undang-undang otonomi daerah kita, apakah hal tersebut relevan atau tidak untuk saat ini dibanding dengan masa presiden BJ. Habibie. Sebab kebijakan undang-undang otonomi daerah membuat suatu kebijakan nasional yang tidak ada kaitannya dengan kebijakan daerah kabupaten/kota. Sementara kabupaten kota saat ini berjumlah 514 yang kedepan tentu akan bertambah 4 provinsi yang ada di Papua, dan hal ini yang membuat karakter demokrasi di Indonesia itu tidak ada. Kedua yaitu sistem politik kita yang menjalankan pemilu secara bersamaan, yang seharusnya hasil dari perolehan suara pileg lah yang dapat menentukkan calon presiden dan wakil presidennya tapi ini dilakukan bersamaan. Lalu yang ketiga adalah jika kita masih belum rela dengan kamar yang satu ini mending dibubarkan saja 136 kursi yang tidak mempunyai kewenangan, karena kamar yang satu di senator itu sangat kuat perannya jika difungsikan secara baik.

Selanjutnya pemaparan pendapat disampaikan oleh Bapak Sudirman Said selaku Juru Bicara Koalisi Perubahan. Beliau menyinggung tentang peran BJ Habibie sebagai presiden pengganti melakukan peran yang tidak mudah, beliau mengatakan pak Habibie memilih jalan yang sebaliknya yaitu melawan perubahan fundamental, membebaskan arahan politik, membuka pers bebas, mendorong sistem multi partai, kemudian dalam waktu singkat berhasil memulihkan sektor ekonomi dan kepercayaan dunia internasional. Sudirman Said juga merasa kagum terhadap sikap moral pak BJ Habibie saat menghadapi menyelesaikan rasisme dan juga pemilu yang diikuti pemilihan presiden dan wakil presiden. Selain itu juga beliau menyampaikan bahwa keberhasilan berdemokrasi sejak dahulu dari juga diperankan oleh partai politik dan para pemimpin bangsa yang merupakan aktor demokrasi.

Aktor demokrasi dan demokratisasi tentu hasil sejalan dan tidak saling bertolak belakang, namun juga tidak dapat dipungkiri bahwa aktor demokrasi juga dapat membunuh demokratisasi itu sendiri. Dalam hal ini Fahri Hamzah selaku Wakil Ketua Partai Gelora memiliki pandangan tersendiri, beliau menyampaikan bahwa 25 tahun reformasi Indonesia memerlukan suatu refleksi yang subtantif. Banyak yang mulai meragukan apakah sistem tersebut baik atau tidak, namun beliau juga menyampaikan rasa terima kasih awal adanya reformasi yang membuat perubahan. “Jika melihat aktor demokrasi ya kita melihat pak habibie” ujar Fahri hamzah. Karena menurut beliau hanya dalam waktu yang singkat dapat menyelamatkan perekonomian Indonesia dan juga menyelenggarakan pemilu yang paling demokratis. BJ Habibie juga menolak dicalonkan kembali menjadi presiden setelah di tolak oleh MPR, padahal BJ Habibie sangat sukses dalam dua hal tersebut.

Demokrasi itu sendiri menurut Fahri Hamzah adalah yang kita lakukan dalam bereformasi dan transisi demokrasi yaitu menegaskan 3 hal yaitu Amandemen terhadap konstitusi, institusi, dan politisi. Perlu terus bagi kita untuk memperbaiki ketiga hal tersebut agar demokrasi tetap berjalan dengan baik. Konstitusi sulit kita ubah, institusi relatif mudah kita ubah, politisi sengaja diubah secara rutin untuk mendorong orang-orang baru dengan ide dan gagasan baru kepada negara sehingga kegiatan bernegara terus berjalan dengan baik.

 

Selain itu pembicara lain bapak Dr. Sabil Rahman, M.Si selaku ketua DPP Partai Golkar juga memberikan pandangan sendiri terkait dengan tema diskusi ini. Beliau menyatakan secara teoritis tidak ada demokrasi tanpa parta politik. “kita menghadapi problem ketika kita punya ikhtiar, kita punya keinginan ekspektasi politik yang menurut saya berlebihan, walau kita mencermati beberapa dinamika terakhir dalam kaitan dengan posisi partai politik.” Tantangan utama adalah menjaga proses demokratisasi internal partai polotik baru kita berani mengawal proses demokrasi secara lebih luas.

Beliau juga menanggapi terkait dengan pemilu terbuka atau tertutup pada tahun 2024. Jika dilaksanakan secara tutup pilihlah kader yang baik yang mewakili partai di dapil masing-masing sebagai penghubung aspirasi masyarakat, jika terbuka akan ada liberalisasi politik dengan segala konsekuensi-konsekuensinya. Sabil Rahman tidak percaya jika pada pemilu sistem terbuka akan sedikit mengurangi praktik money politic justru akan menambah untuk memperebutkan posisi anggota parlemen. 

Berlanjut kepada bapak Zainuddin Maliki, anggota DPR RI Fraksi PAN. Beliau mengatakan Presiden Habibie Waktu itu dalam waktu 18 bulan presiden Habibie dpat mengundangkan 66 undang-undang yang bisa dijadikan dasar transformasi di negeri ini dari negara yang dikendalikan oleh birokratik otoritarian kemudian berubah menjadi birokratik pluralistik, dari sitem politik yang monolitik menjadi pluraristik, jadi yang semua sentralistik menjadi desentralistik. Zainuddin Maliki menyampaikan bahwa yang telah dilakukan oleh presiden Habibie waktu itu merupakan prestasi sangat besar sebagai upaya konsolidasi menuju negara demokrasi. Namun yang disayangi dalam berpolitik merupakan seni memenangkan opini, yang dimana opini berbicara berkaitan dengan perasaan publik dan tidak selalu linier atau simetrik dengan realitas. Tetapi dalam politik siapapun yang memenangkan opini publik maka itulah yang mengendalikan politik. Beliau juga sependapat dengan narasumber lain bahwa jika ingin memperbaiki demokrasi kita maka perlu memperbaiki kualitas pemilu kita. Karena selama ini hanya terjadi pemilu yang prosedural bahkan transaksional dimana kita belum bisa melahirkan demokrasi yang subtantif yang melahirkan legislatif-legislatif yang baik.

Terakhir sebagai penutup, Ilham Habibie menanggapi para narasumber bahwa demokrasi di Indonesia memang berbeda dengan negara-negara lainnya. Jadi demokrasi dalam berpolitik seperti ini kita harapkan tetap berkembang dan terbuka. Dan dari segala catatan yang disampaikan sebelumnya kita harus tetap terbuka karena tanpa adanya keterbukaan akan susah untuk demokrasi dapat berkembang dengan lebih baik.

Leave a Reply

Close Menu