Seminar Nasional “Ancaman dan Upaya Penanggulanan Terorisme di Indonesia”

Jakarta – Rabu, 7 Desember 2022 pukul 90.00 – 12.00 WIB, The Habibie Center menyelenggarakan seminal nasional bertajuk “Ancaman dan Upaya Penanggunalan Terorisme di Indonesia” bertempat di Sasano Mulyo 3 Ballroom Le Meridien Hotel, Jl. Jenderal Sudirman Jakarta.

Seminat ini didukung oleh The Sasakawa Peace Foundation dan diselenggarakan sebagai ragkaian kegiatan memperingati HUT ke-23 The Habibie Center. Seminar ini dilaksanakan untuk menyebarluaskan intervensi program secara langsung, khususnya di Kabupaten Poso Sulawesi Tengah, yang menggunakan pendekatan psikososial untuk melepaskan mantan kombatan dan masyarakat dari pengaruh kelompok ekstremisme berkekerasan. Program ini telah dilaksanakan selama dua tahun terakhir oleh The Habibie Center, bekerjasama dengan Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil (LPMS) Poso, dan didukung oleh The Sasakawa Peace Foundation.

Seminar ini dibuka denan sambutan dari Dr.-Ing. Ilham Akbar Habibie, MBA selaku ketua Dewan Pembina The Habibie Center, dan Dr. Akiko Horiba sebagai Senior Program Officer, Program Peace Building, The Sasakawa Prace Foundation. Pidato kunci disampaikan oleh Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H. sebagai kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Sambutan Pertama oleh Dr.-Ing. Ilham Akbar Habibie, MBA dalam pidatonya menyampaikan beberapa hal yaitu pertama acara ini telah diselengarakan Kembali setelah 2 tahun berpuasa karena adanya pandemic covid-19 yang mengamcam kesehatan manusia di Dunia. The Habibie Center yang didirikan mulai tahun 1999 dengan maksud dan tujuan utama untuk memastikan demokratisasi di Indonesia itu tidak boleh berhenti, artinya dengan hadirnya The Habibie Center tentu untuk memperkuat kualitas dan juga bermanfaat bagi masyarakat Indonesia serta terus diperluas dan diperdalam semaksimal mungkin. Setelah 23 tahun lamanya berdiri kita bersama-sama mengembangkan demokrasi tersebut untuk memperbaiki kualitas hidup warga negara Indonesia, dan juga sebagai negara yang besar di kawasan Asia Tenggara kita telah memberi contoh kepada negara-negara tetangga salah satunya melalui acara G20 yang telah terselenggara dengan sukses tahun ini.

Menurut Ilham Akbar Habibie, The Habibie Center memiliki metode tersendiri untuk memastikan berkembangnya demokrasi kearah benar. Ada beberapa Institute dibawah naungan The Habibie Center yaitu Institute Demokrasi dan HAM, Institute Demokrasi, Ekonomi dan Ekologi, Institute Demokrasi melalui Sains Teknologi dan Inovasi. Ketiga Institute telah bekerja dengan baik dengan bersinegeri Bersama THC dengan membahas, meneliti dan mengkaji hal-hal yang perlu dilakukan. Beliau juga mengumumkan bahwa ada Institute baru yaitu Bernama Institute Benua Maritim yang didirikan di Kabupaten Pare-Pare tempat kelahiran Bapak BJ. Habibie tepatnya di Institute Teknologi Habibie. Melalui Institute tersebut maka demokrasi yang harus dijalankan dengan melihat kompleksitas tugas NKRI yang dimana memiliki dimensi Negara seluas Benua dan terbagi menjadi banyak sekali pulau atau disebut sebagai negara Maritim.

Tentu ada kaitannya ancaman terorisme dengan semua institute tadi yang telah dijelaskan beliau. Maka menurut Ilham Akbar Habibie, kita semua perlu membentengi, mempertahankan diri dari ancaman tersebut melalui demokrasi ini “kita tidak boleh menjadi macan tanpa gigi, kita harus punya gigi agar demokrasi yang telah kita bangun dengan susah payah tidak menjadi sesuatu yang berbeda”. The Habibie Center melalui beliau juga memberikan informasi kepada aundiens bahwa THC telah melakukan MOU dengan BNPT beberapa waktu lalu yang bertujuan untuk dapat dilakukan penelitian kepada beberapa strata dan nantinya juga akan membantu tugas dari BNPT sendiri.

Sambutan Kedua disampaikan langsung oleh dan Dr. Akiko Horiba sebagai Senior Program Officer, Program Peace Building, The Sasakawa Prace Foundation. Diawali dengan mengucapkan selamat berulang tahun ke 23 kepada The Habibie Center dan berharap agar THC terus berkarya dan berkontribusi untuk Indonesia dan Dunia “democracy must go on”.Selanjutnya beliau menyampaikan bahwa permasalahan radikalisasi tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga terjadi di Jepang, salah satunya tahun 1995 di kota Tokyo yang menewaskan setidaknya 15 orang dan melukai 6300 orang lainnya. Jadi isu radikalisme bukan hanya permasalahan satu negara atau agama tertentu namun merupakan masalah Dunia. Maka dari itu perlu adanya kerjasama tingkat negara, regional, maupun tingkat internasional.

Dr. Akiko Horiba menyampaikan bahwa sebuah upaya nyata The Sasakawa Prace Foundation yang bekerjasama dengan The Habibie Center, LPMS Poso, serta dukungan dari pemerintah daerah Poso untuk merekam program diradikalisasi dan disengagement yang dilakukan kepada narapidana eks-teroris di Kabupaten Poso dengan upaya ini yang didasari analisis dengan sangat hati-hati. Dilakukan assement terhadap konteks lokal, sejarah, dan budaya di Kabupaten Poso, melakukan knowledge sharing yang melibatkan praktisi dalam akedemisi psikologi Jepang dan Indonesia dengan pendekatan sosial psikologi bagi eks-teroris dan keluarga, apresiasi kepada THC dan LPMS yang sudah hampir 1 tahun melakukan program di Kabupaten Poso dengan pendekatan psikologi melalui training pendampingan eks-teroris di Kabupaten Poso.

Sebagai Senior Program Officer, Program Peace Building, The Sasakawa Prace Foundation, beliau menyampaikan bahwa sangat tertarik untuk dapat menyimak pembahasan pada seminar kali ini terkait program yang dilakukan di Kabupaten Poso. Beliau juga berharap melalui seminar ini juga dapat memunculkan banyak masukan, ide, dan saran yang sudah dilakukan dan masih berjalan di Kabupaten Poso. The Sasakawa Prace Foundation berkomitmen untuk mendorong keberhasilan program di Kabupaten Poso agar masyarakan dapat hidup dengan aman dan damai. Nantinya program diharapkan dapat memberikan inspirasi dalam upaya mendorong diradikalisasi dan disengagement di daerah-lain lainnya.

Selanjutnya Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H. sebagai kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga turut menyampaikan beberapa hal dalam pidatonya. Beliau sangat mengapresiasi dengan diadakannya seminar nasional kali ini karena menurutnya dapat saling berbagi, saling mengingatkan, saling berkontribusi karena sangat diyakini bahwa masalah intoleransi radikal terorisme ini merupakan masalah global. Bapak Kepala BNPT tersebut mengungkapkan bahwa Indonesia kerap kali menjadi korban dari pemikiran-pemikiran atau karakter-karakter ideologi terorisme tersebut jauh dari nilai-nilai ke-indonesiaan kita. Namun, kita perlu sangat bangga dan bersyukur bahwa Indonesia dilahirkan dengan DNA dari pemimpin-pemimpin terdahulu yang terus bersatu mempersatukan nusantara.

Beliau juga menyampaikan bahwa ancamana serangan terorisme terus mengalami dinamika seperti ancaman aksi bunuh diri, dan ancaman bom di negara-negara yang berkonflik juga menjadi modus operasi di aksi terorisme. Tidak jauh dari negara kita tepatnya di utara setelah Indonesia khususnya di Kawasan Filipina selatan, sempat dideklarasi menjadi tempat basis dari ISIS the Southeast Asia. Demikian juga pendanaan terror yang semakin gencar propaganda melalui sosial media serta keberadaan foreign terrorist fighters yang asal Indonesia di zona konflik yang perlu menjadi perhatian khusus. Propaganda ISIS dan Al-Qaeda sama-sama menyulutkan untuk melakukan aksi yang terus disebarluaskan melalui media cetak Maupun sosial mereka. Kedua kelompok ini masih menargetkan kepentingan umat bergama dalam melakukan aksi terorismenya.

Adapun Langkah strategis penanggulanan terorisme yang disampaikan beliau yaitu transformasi wawasan kebangsaan, revitalisasi nila-nilai Pancasila, transformasi moderasi dalam bergama, transformasi akar kebudayaan bangsa dan transformasi pembangunan kesejahteraan. Jika budaya nusantara kita kuat maka kita harus yakin segala bentuk pengaruh-pengaruh negatif dari segala penjuru penetrasi nilai-nilai yang lain tidak akan berlaku. Maka masyarakat Indonesia senang dengan kekayaan budaya bangsa kita yang tentu harus dilestarikan serta harus menyakininya kepada generasi muda penerus bangsa. Kita juga patut melibatkan anak-anak muda agar tidak berpaling dari nilai-nilai kebangsaan.

Setelah sambutan acara dilanjutkan pemberian cindera mata kepada Dr. Akiko Horiba, The Sasakawa Prace Foundation dan kepada Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., kepala BNPT. Selanjutnya acara seminar dimulai dengan narasumber adalah M. Zaim A. Nasution (Direktur Kerja Sama Regional dan Multilateral, BNPT), Pro. Hamdi Muluk (Direktur, Lab Psilologi Politik, Universitas Indonesia), Dete Aliah (Direktur Eksekutif, SeRVE Indonesia), Sopar Peranto (peneliti The Habibie Center), dan dimoderatori langsung oleh Salsabila Alamanda Wilinia (peneliti The Habibie Center).

Sebagaimana diketahui, dinamika ancaman terorisme di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kempuan mitigasi pemerintah dan apparat keamanan dalam mencegah dan mematahkan plot-plot serangan yang dirancang oleh kelompok teroris. Di sisi lain, program deradikalisasi juga sangat berperan untuk mengantisipasi kembalinya mantan kombatan kepada kelompoknya. The Habibie Center menemukan bahwa program deradikalisasi bertujuan untuk meyakinkan mantan kombatan untuk melepaskan diri dari ekstremisme yang memiliki dampak terbatas di luar individu itu sendiri. Bantuan pemerintah kepada mantan kombatan berhasil menjauhkan beberapa mantan tahanan dari ekstremisme tetapi tidak menghentikan perekrutan atau pelemahan dukungan terhadap kelompok teroris. The Habibie Center memandang bahwa program deradikalisasi sebaiknya tidak hanya berfokus pada penanaman loyalitas kepada negara, tetapi harus diperkuat denga memberikan informasi mantan kombatan tujuan baru, jaringan baru, dan keterampilan yang dapat digunakan untuk hidup mereka ke depan.

Di sisi lain, lanskap ancaman terorisme di Indonesia sangat dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu: dinamika global-regional dan factor internal. Beberapa contoh yang terkait dengan pengaruh dinamika global dan regional adalah, misalnya kepemimpinan ISIS gGlobal berlung kali menyerukan pengikutnya utuk melakukan serangan pada saat pemerintah di berbagai belahan dunia sedang berperang dengan pandemic covid-19, termasuk di Indonesia. Dinamika global kedua adalah keberhasilan Taliban merebut kekuasaan di Afganistan, yang dipandang sebagai contoh bagaimana menjatuhkan rezim dan memberikan optimisme bahwa jihad adalah cara untuk mengembalikan kejayaan.

Fenomena tersebut menunjukkan bahawa Indonesia membutuhkan dukungan dari semua pemangku kepentingan untuk memerangi terorisme tersebut. Kerja sama antar pemangku kepentingan di dalam negeri dan dukungan dari komunitas global sangatlah diperlukan The Habibie Center juga memiliki kesepahaman dengan BNPT dan Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) melalui Kerjasama triparti untuk bersama-sama memberikan kontribusi bagi penanggulanan terorisme di Indonesia.

Jakarta, 08 Desember 2022

Justino Djogo

Leave a Reply

Close Menu