Pemerintah Pastikan Tidak Akan Cabut UU ITE, Ini Alasannya

Pemerintah memastikan tidak akan mencabut UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik). Kepastian itu diumumkan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

“UU ITE masih sangat diperlukan untuk mengantisipasi dan menghukumi, bukan menghukum, dunia digital. Oleh sebab itu, tidak akan ada pencabutan UU ITE,” tuturnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (29/4/2021).

Terlebih, Mahfud menuturkan di seluruh dunia saat ini juga sedang mengupayakan kehadiran regulasi serupa.

Sementara untuk mengatasi kecenderungan salah tafsir dan ketidaksamaan penerapan UU ITE, Mahfud mengatakan akan dibuat pedoman teknis dan kriteria implementasi.

Adapun pedoman teknis UU ITE tersebut akan diwujudkan dalam bentuk SKB tiga kementerian dan lembaga, yakni Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri.

“Ini bentuknya pedoman, nantinya kalau istilah Menteri Kominfo tadi, mungkin jadi buku saku, jadi buku pintar kepada wartawan, masyarakat, Polri, dan kejaksaan di seluruh Indonesia,” tuturnya menjelaskan.

Selain itu, nantinya akan ada revisi semantik atau revisi terbatas yang sangat kecil, berupa penambahan frasa atau perubahan frasa.

Lalu, ada penjelasan tambahan, seperti apa yang dimaksud penistaan, apa yang dimaksud fitnah, termasuk apa yang dimaksud keonaran.

Namun tidak hanya itu, Mahfud menuturkan nantinya juga akan ada satu penambahan di UU ITE, yakni pasal 45C.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) pada 9 Maret 2021 lalu mengungkapkan alasan mengapa Revisi UU ITE tidak masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.

Menurut Menkumham, saat ini pemerintah masih terus menjaring masukan publik untuk melakukan kajian atas UU ITE. Selain itu, pemerintah juga beralasan tengah melakukan sosialisasi RKUHP, sehingga Revisi UU ITE tidak masuk ke dalam Prolegnas 2021 karena memiliki keterikatan dengan RKUHP.

Secara konseptual, Aliansi Nasional Reformasi KUHP sepakat bahwa dalam konteks kodifikasi, beberapa tindak pidana yang sifatnya konvensional (cyber-enabled crimes) di dalam UU ITE memang seharusnya cukup diatur di dalam KUHP, sehingga tidak perlu diatur kembali di dalam UU ITE.

Namun menurut Aliansi, dalam konteks urgensi perubahan UU ITE, pernyataan Menkumham merupakan langkah mundur atas pernyataan Presiden Jokowi yang menyoroti revisi UU ITE beberapa waktu lalu.

Aliansi pun menilai ada dua catatan yang harus diperhatikan terkait hal ini.

“Pertama, tidak ada kejelasan pembahasan RKUHP dan konsentrasi pembahasan bisa terpecah. Materi muatan RKUHP begitu luas, tidak hanya terkait dengan transaksi dan informasi elektronik, ujar Erasmus Napitupulu, Direktur Eksekutif di Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), salah satu elemen di Aliansi.

Mengenai materi terkait UU ITE, menurut Erasmus, hanya sebagian kecil yang bahkan sebelumnya tidak pernah terjangkau di dalam pembahasan RKUHP secara komprehensif.

“Pemerintah masih punya pekerjaan rumah membuka pembahasan yang lebih inklusif dan partisipatif ke publik, yang menurut catatan Aliansi tidak kurang dari 24 isu yang masih harus dikaji ulang. Bahkan hingga saat ini, belum ada draf terbaru yang dapat diakses publik,” tutur Erasmus.

Leave a Reply

Close Menu